Heranisti (I)
Kita
tak pernah membuat janji apalagi membuatnya inkar
Cuma
pertemuan selalu membuat kita candu
Melayari
dunia, dunia kecil yang kita sama-sama tak mengerti
Tentang
gelombang yang membuat asin segara
Semua
berjalan seperti sebuah takdir yang tak diharapkan
Menjumpai
setiap detak jantung di berbagai pelabuhan
Kenapa
ombak harus menyimpan janji pada pantai
Padahal
batu-batu mengeras pada denyar senyummu
Aku
tidak mau mengerus darah yang sudah lama mengental
Demi
sekuntum bunga yang mekar sebentar
Biarlah
aku menjadi laut yang menyimpan
ikan-ikan
Dan menawarkan hidup bagi nelayan
ponduk, 2013
Heranisti (II)
Adalah waktu yang membuat resah pertemuan
Membuat ruang terlempar jauh ke masa silam
Tanpa
jembatan dan segenggam alasan
Tidak ada niat aku menggantungmu
Menjadi miniatur hari esok
Cuma hembusan angin begitu cepat
Merapatkan luka dan cinta menjadi balada-balada
Harapan memanjang seperti sungai-sungai di matamu
Tapi tidak dengan kesungguhan yang tiba-tiba merunduk
Kemudian gugur bersama kemarau
Ingin kubuatkan kaleng-kaleng puisi untukmu
Biar kerinduan tidak butuh pada perjumpaan
Biar waktu tidak butuh pada ruang
Dan biar aku hidup pada kelangkaan
Heranisti (III)
Sampai jumpa Hera, tak ada kesepakatan membuatmu tidur
Dalam kerasnya hatiku. Ini hanya sebuah sajak yang
tiba-tiba
Bersepakat bahwa kata adalah mantra alam semesta
Dan engkau adalah asap dari kemenyan yang ku lupa
Maafkan jika rasa ini harus kusumbat dan kutambal
Bukan karena bintang-bintang yang bertebaran
Atau rembulan yang menawan
Namun garis tangan ini membuat curam yang dalam
Membuat pekat banyak pilihan
Pilihan yang tiba-tiba kelam
Ponduk, 2013
Heranisti (IV)
Telah menjadi rahasia langit dan bumi
Tentang penciptaanmu
Tapi jika engkaulah tulang rusukku yang patah
Tinggal menunggu waktu bergetah
Ponduk, 2013
Madura terhunus musim hujan
Suatu hari ketika matahari tertegun di tubuh musim
Mendung memaksaku membuat hujan tanpa cuaca.
Bisa apa aku, selain menghitung hari pada gugur daun
Reranting yang patah dan pohon yang resah
Sebenarnya ada apa dengan musim
Yang terus menangis pada gumpalannya
Membuat kemarau terlipat cepat
Dan orang-orang berhenti berharap
Menusuk tembakau dengan keringatnya
Bukankah kesepakatan tahun pada bulan-bulan
Telah cukup adil
Membagi hari dan minggu menjadi hitungan kalender
Di mana hujan dan kemarau bergantian
Menduduki bumi dalam garisnya sendiri
Haruskah gejala alam menjadi alasan
Menerjemahkan musim tahun ini
Lalu di manakah harus kusimpan air mata petani
Jauh di selat Madura sana.
Ponduk, 2013
Merindu belaianmu
-Bunda Maya
Tidurmu selalu membuat tidurku terjaga
Mencari mimpi yang pernah kau tanam
Jauh sebelum keputusan ini selesai
Namun ada yang janggal dalam tidurmu juga tidurku
Tidurmu selalu membuat mimpi menjadi nyata
Tidurku selalu membuat mimpi menjadi cerita
Doa apa yang kau sulam kepada tuhan
Sampai tidurmu melahirkan mimpi menjadi nyata
Bukankah tidur kita sama-sama berliur
Dan sesekali mengigau tentang waktu yang tak pernah
selesai berdetak
Jika cara tidurku salah
Kenapa kau diam terperangah?
Ponduk, 2013
Mitos kelahiran
Ayah, kenapa kelahiran selalu dari rahim ibu
Dan tangis pertama pun demikian
Apa yang kau lakukan setelah malam pertama
Hingga hari kelahiranku
Kelahiran terus mencatat mitos di tubuh ibu
Menunggu jawaban kapan ayah melahirkan
Kemudian tangis pertama takkan pernah ada
Karena engkau pintar menyimpan air mata
Ayah, kenapa ibu
Harus menanggung beban Tuhan
Yang kau tumbuk di punggungku.
Ponduk, 2013
0 komentar:
Posting Komentar