Perempuan itu terus saja mengigau,
kadang dari mulutnya terdengar laungan yang membuat tubuh orang bergidik
ketakutan. Sudah satu bulan perempuan itu tidak sadarkan diri. Surahwi bapaknya
pun sudah memanggil beberapa orang pintar, tapi nihil ia dapatkan. Anak
perempuannya tetap saja sering berteriak sendiri dan kadang menangis seperti
bayi-bayi kecil kelaparan.
Beberapa orang pintar yang mencoba
menyembuhkan Sulastri anaknya, semuanya mengatakan bahwa ia kesurupan raja jin
yang dikirim oleh seseorang yang mungkin pernah sakit hati kepada keluarganya,
atau seorang pemuda yang mungkin ditolak cintanya oleh Sulastri. Hal itu
membuat Surahwi kebingungan, ia merasa tidak pernah mempunyai musuh, juga
Sulastri anaknya.
Meski dulu ia pernah menolak lamaran
putra pak lurah, dikarenakan Sulastri masih ingin melanjutkan pendidikannya ke
jenjang kuliah di salah satu universiatas negeri di kota pendidikan Yogyakarta.
Tapi hal itu pun rentang waktunya sudah bertahun-tahun yang lalu dan putra pak
lurah itu pun sekarang sudah mempunyai istri dan dua orang anak. Dan penolakan
yang dilakukan oleh Surahwi pun secara baik-baik. Apalagi kemarin pak lurah
juga ikut menjenguk dan sedikit memberikan santunan kepadanya.
Bila siang Sulastri hanya diam saja
seperti tiang listrik, tubuhnya saban hari kian ceking, yang dulu terlihat
sintal kini sudah terlihat tulang belulang menonjol di kulitnya. Matanya
terliahat pucat pasi dengan cekungan menghitam legam. Rambutnya awut-awutan,
dan tubuhnya bau, sebab jarang mandi. Kuku-kukunya pun terlihat dipenuhi oleh
kotoran. Sedang baju yang ia pakai tak pernah diganti. Karena bila sang ibu
memintanya untuk mandi atau berganti baju, Sulastri tiba-tiba bisa menjadi
banteng kesetanan.
Bila malam Sulastri sering berbicara
sendiri, berteriak-teriak dan juga menangis tersedu, secara bergantian.
Kadang ia mengamuk, membuat seluruh isi kamarnya berantakan. Anehnya
kadang Sulastri melenguh panjang seperti orang sedang bersetubuh. Surahwi pun
kini pasrah, ia hanya bisa berdoa dan menimbang-menimbang dosa yang pernah ia
lakukan, yang mungkin menjadi penyebab musibah yang menimpa anak perempuannya
sekarang.
***
Hal ini bermula ketika Sulastri yang
dikenal sebagai perimadona, yang kecantikannya melebihi perempuan sebaya di
tempatnya, sedang liburan akhir semester. Wajahnya yang cantik menarik
perhatian warga, terutama para anak muda yang sering nongkrong di pertigaan.
Tubuh bernas Sulastri dengan senyumnya yang mengembang, membuat hati para
pemuda di sana pun melayang bila Sulastri tak sengaja lewat kemudian menyapanya
dengan lembut.
Tapi pada suatu waktu saat Sulastri
sedang berjalan dengan Yuni temannya, ditengah jalan ia berpapasan dengan pak
lurah yang sedang berboncengan dengan anaknya. Mengetahui hal itu Sulastri berubah
haluan karena merasa tak enak dengan masa lalunya yang pernah menolak lamaran
pak lurah atas putranya dulu.
Sulastri pun menyuruh Yuni untuk
berangkat terlebih dahulu. Ia berjalan menghindari
jalan raya dan memilih jalan pintas dekat rumah kosong. Naas di tengah jalan ia
di hadang oleh tiga orang pemuda bertubuh kekar yang langsung menyekapnya
hingga ia pingsan. Setelah sadar Sulastri sudah berada di sebuah tempat yang
sangat asing baginya, seluruh temboknya sudah berlumut dan catnya mulai
berlepasan dan sangat pengap sekali.
“Tolong…tolong…” teriak Sulastri
laung, hingga suaranya serak parau. Tiba-tiba di balik pintu muncul sesosok
laki-laki bertubuh kekar yang tak asing lagi baginya.
“Hamdan…” Sulastri terperangah, ia
adalah lelaki yang pernah ditolaknya dulu.
“Tak ada yang mendengarmu Lastri,
tempat ini jauh dari permukiman” ucap lelaki bernama Hamdan itu. Ternyata ia
tidak sendiri, ia bersama ayahnya. Ternyata sudah bertahun-tahun mereka
merencanakan hal ini. Dan kini mereka bermaksud ingin merenggut keperawanan
Sulastri yang menjadi idaman orang-orang.
Malam itu keperawanan Sulastri
direnggut secara bergiliran oleh ayah dan anak itu, hingga membuat Sulastri
depresi akibat tekanan lahir dan batin yang ia terima bertubi-tubi. Kemudian
setelah itu mereka meninggalkan Sulastri di kuburan, dan mulai menyebarkan
isu-isu Sulastri kesurupan.
Kini Sulastrilah kunci dari semua
itu. Entah, kapan ia akan sadar dan membongkar kejahatan yang menimpanya.
Surahwi tetap pasrah dengan musibah yang menimpa keluarganya. Dan celurit yang
dulu ia gantung di sisi kamar kini ia asah kembali setiap malam, setelah ia
curiga akibat Sulastri sering muntah-muntah dan perutnya terus membuncit. Satu
lagi, pak lurah dan anaknya semakin sering meminta informasi perkembangan keadaan
Sulastri secara diam-diam.
“Sepertinya
ini tidak bisa dibiarkan, lebih baik mati ketimbang kehormatan diinjak-injak”
ungkap Surahwi seraya menenteng celuritnya. Setiap malam Surahwi sering keluar
rumah dan terus mencari tahu siapa sebenarnya yang telah membuat anaknya
(Sulastri) telah menjadi gila. Surahwi curiga dan tidak percaya kalau Sulastri
kesurupan, sebab sebelumnya dia baik-baik saja dan dia adalah anak yang taat
beribadah.
Hampir
setiap saat Sulastri muntah-muntah dan keadaan perutnya semakin membesar, ini
tidak biasanya, kenapa orang kesurupan bisa muntah-muntah dan perutnya semakin
membesar, apakah mungkin setannya telah menghamilinya, pikir Surahwi. tidak,
tidak mungkin setan telah menghamili anak saya dan tidak ada sejarahnya setan memperkosa
manusia, yang ada setan jadi-jadianlah yang suka berlaku bejat seperti itu,
Surahwi semakin marah dengan keadaan yang menimpa anaknya.
Sedangkan
Hamdan dan ayahnya semakin hari semakin panik dan ketakutan, “bagaimana kalau
sampai hal ini terungkap ayah” ungkap Hamdan dengan raut muka katakutan.
Tenanglah nak semua itu tidak akan terungkap sebab siapa yang tahu kecuali kita
berdua. Begitu percayanya ayah Hamdan, dia lupa kalau sebenarnya Sulastri tidak
kesurupan dan tidak gila, dan kemungkinan besar suatu saat nanti Sulastri
memberi tahu ayahnya dan seluruh masyarakat kalau sebenarnya Hamdan dan
ayahnyalah yang telah membuatnya begini dan telah memperkosanya secara
bergiliran.
Akhirnya
Sulastri melahirkan dan gemparlah masyarakat setempat bukan karena Sulastri
melahirkan, namun karena dalam waktu bersamaan terdengar kabar kalau Surahwi
telah memenggal kepala Hamdan dan ayahnya. Tidak tahu, Surahwi dapat info dari
siapa sehingga dia berani memenggal kepala Hamdan dan ayahnya, padahal sampai
melahirkan Sulastri tetap seperti dulu.
“Inilah
setan yang telah membuat anak saya kesurupan”, Surahwi dengan bangga menenteng
kepala Hamdan dan ayahnya berkeliling desa. Semua masyarakat histeris dan
banyak orang yang bilang kalau Surahwi telah gila karena telah main hakim
sendiri. Namun anggapan masyarakat setempat buyar setelah Sulastri yang telah
begitu lama di isukan kesurupan bilang “iya benar, itu setannya yang membuat
aku kesurupan dan inilah bukti dari perbuatan bejat mereka”, Sulastri menunjuk
pada anak yang di gendongnya.