Desember
I
Pada
puncak tahun ini
kusaksikan
matahari
terkulum
hujan di sudut musim
pohonan
menangis
daun-daun
tumbang
dan
orang-orang ribut di jalan
berebut
arah pulang
sandiwara
apalagi ini Tuhan?
waktu
mengeras
ruang
sekarat
hari-hari
semakin cepat berlari
bagai
pecahan cahaya
membentur
rumus-rumus fisika
jangan-jangan
Kau sengaja mempercepat
siang
dan malam
biar
hitungan hari, bulan dan tahun
seperti
jarum jam pada angka-angka
dan
kita tersekat persoalan dunia
Pada
puncak tahun ini
kusaksikan
matahari
membiru
di pojok langit
padahal
desember telah menua
dan
siap tutup mata
Ponduk,
2013
Desember
II
Sampai
aku rindu bayang-bayang pagi hari
bagaimana
burung-burung bernyanyi
memecah
lorong sunyi
namun
pagi terus sembunyi
dibalik
rindang matahari
kemudian
kupertanyakan kepada musim
prihal
gerimis membuat hujan
sampai
pagi basah dan bumi resah
ke
mana perginya bayang-bayang
bunyi
burung dan gugur embun
atau
matahari telah rabun
memancarkan
sinarnya yang ulung
aku
pertanyakan semua itu pada semesta
langit
menjawabnya dengan air mata
Ponduk,
2013
Pujuk
Lanceng
Jika
doa akan melegakan dadamu
kulepaskan
segalanya dari dadaku
lalu
kita menyatu dibatas antara
melupakan
segala yang pernah ada
untuk
kemudian menjadi tiada
Ponduk,
2013
Pada
usia senja
Pada
usia senja
kusaksikan
uban di kepalamu
merata
dengan satu warna
entah
apa maksudnya
pada
usia senja
kudengar
serak suaramu
menggetarkan
dada
mencipta
balada-balada
pada
usia senja
kutemukan
sebuah derita
menumpuk
di tubuhmu yang hampa
menunggu
kapan semesta terbuka
pada
usia senja
hanya
ada dua bayang-bayang di matamu
surga
dan neraka
Ponduk,
2013
Wahai malam
Wahai malam terangkanlah
tentang sepi dan rintik hujan ini
telah begitu lama aku menunggu
menghitung semilir angin
pada retak cuaca dingin
jangan buat risau menggunung
atau sepi yang ranum
sebab di luar, udara mengulur senyum
terangkanlah wahai malam
kepada diri yang mendadak diam
bahwa sepi dan rintik hujan ini
adalah risalah alam yang awam
Ponduk, 2013
Laut
Begitu dalamkah penderitaanmu
mendengarnya luka-luka menganga
kulit
berubah warna
Desember, 2013
Joglo
: sdr. Muchlas Jaelani
Terasa menyayat memang
Kenangan kau buat sumbang
Seakan kau paham tentang banyak hal
Masa lalu yang tanggal
Bukan misteri yang membuat rindu kembali
Atau sirene yang mengantar mati
Namun sajak ini yang ilusi
Kugapai segala yang tak ada
Kudekap segala yang durja
Untuk kembali mengulur usia
Namun apalah daya
Bila pusar-pusaramu telah di pahat semesta
Waktu tak berdaya
Memanjat doa-doa
Desember, 2013
Pulang
Selalu kupertanyakan kepada sepi
esok hari atau lusa nanti
luka apa yang paling ngeri ketimbang kepulangan
sebab kepulangan selalu terjadi pada setiap diri
bahkan pada dunia ini
sepi menjawab dengan puisi
dan aku semakin tak mengerti
Desember, 2013
“Publis
di Post Bali 11 Mei 2014”