Pagi
itu jalanan terlihat sepi, entah kenapa aku juga tidak mengerti padahal pagi
itu bukan hari minggu. Semua pengguna jalan yang biasa berlalu lalang seakan
sedang berlibur ke luar kota. Hanya segelintir saja yang lewat sedangkan
daganganku (Koran) masih belum ada yang laku satupun saja. Kalau begini terus
bisa sehari aku berdiri jadi penghias lampu merah.
Jarum
jam menunjuk pada angka 8 itu bukti kalau waktu terus berjalan sedangkan
koranku belum ada yang beli. Aku bingung harus kukemanakan Koran-koran ini, apa
harus kukembalikan atau tetap bersabar menunggu sampai Koran itu laku. Itulah
yang berkecamuk didalam kepalaku.
“mas
korannya satu” ibu-ibu itu memecahkan lamunanku.
“iya
buk iya, Koran apa?” jawabku sambil membuang lamunan yang berkecamuk dari tadi.
“apa
aja, yang penting berisi berita tentang pelantikan pak President”
“ini
buk” aku memberikan Koran Kompas.
“berapa
harganya?”
“lima
ribu buk”
Ibu-ibu
itu kemudian memberikan uang sepuluh ribu, padahal gak ada kembaliannya, aku
bingung apa mau di kembalikan atau masih mau tak tukar. Padahal lampu merah
tinggal beberapa detik lagi.
“maaf
buk, belum ada kembaliannya” ungkapku agak sedikit memelas.
“ow….
Iya gak apa-apa ambil aja kembaliannya”
“terima
kasih banyak ya buk”
“iya
sama-sama” ibu itu langsung menancap gas, sebab lampu ijo telah menyala.
Aku
sangat gembira sekali dan bersukur kepada Tuhan, sebab untuk mendapatkan uang
lima ribu itu butuh waktu kurang lebih satu jam.
Setelah
laku satu tak di sangka ternyata jalanan semakin sesak, dan koranku tinggal
beberapa lagi. Hatiku gembira ingin rasanya kukatakan kepada orang-orang bahwa
hari ini adalah hari paling mujurnya aku, sebab selain Koran sudah hampir laku
semua, orang-orang yang beli sejak tadi rata-rata tidak mengambil kembaliannya.
Mungkin ini yang di maksud oleh orang-orang yang pintar agamanya “orang sabar
itu di sayang Tuhan”, jadi apa yang telah terjadi padaku sejak tadi pagi itu
adalah ujian bagaimana aku bisa bersabar dengan semua ini.
Kini
koranku telah laku semua dan aku akan kembali mengayuh ontelku untuk pulang
kemudian beristirahat. Namun sebelum pulang biasanya aku mampir dulu di warung
buk Ira untuk mengisi perutku yang mulai tadi sudah tak sabar ingin berhadapan
dengan nasi dan lauk.
Dalam
perjalanan menuju warung buk Ira, aku terus tersenyum dan tak sadar kalau
keringat telah membasahi seluruh badan. Sesampainya di warung buk Ira aku pesan
nasi ayam biar perut ini tidak marah, karena kalau sampai marah dia tidak akan
mau makan dan akhirnya aku sakit perut.
Alhamdulillah
akhirnya perutku senang sekali dengan nasi ayam sehingga aku harus cepat
buru-buru pulang, untuk segera membuang polusi yang sejak tadi pagi bertapa di
dalam perut.
“Najah,
gimana korannya laku semua hari ini?” sambut Darus.
“iya
dong, siapa dulu Najah gitu” jawabku dengan senyum mengembang di bibir.
“wah…
hebat kamu udah beberapa hari ini kamu jualan dan laku semua”
“apa
sih yang gak laku kalau kita mau berusaha, harga diri juga laku kalau di
jajakan, hehehe” jawabku sambil gurau dengan temanku yang pemalas ini.
“kalau
gitu besok aku ikut dong”
“ok
terserah kamu tapi ada syaratnya?”
“apa
itu” Darus sangat serius menanyakan kepadaku.
“SABAR”
“Cuma
itu, gak ada lagi”
“iya
gak ada”
“wah
aku pasti bisa kalau cuma bersabar, bukankah setiap hari aku bersabar dengan
makan kadang-kadang satu kali dan bahkan kadang gak makan” jawab Darus dengan
sangat percaya diri.
“ok
deh, besok kamu jangan sampai kesiangan, jam 05.00 wib kita harus berangkat”
“siap
bos” jawab Darus.
Keesokan
harinya aku dan Darus berangkat untuk kembali bekerja sebagai penjual Koran,
kita berdua sangat percaya diri kalau pagi itu Koran kita akan laku semua.
Namun apalah daya dan upaya kalau rejeki Tuhan itu tidak bisa kita kalahkan
dengan hanya percaya diri. Hal di luar kebiasaan telah melanda kepada kita
berdua, bukan kecelakaan atau tidak ada korannya tapi permasalahan klasik yang
telah dari dulu di biarkan oleh bangsa ini. Yaitu lampu merahnya rusak dan
akhirnya semua pengguna jalan berjalan terus. Akhirnya kita berdua pulang
dengan keringat di punggung tanpa sepeserpun uang kita dapat.
* Alunk S Tohank, aktif di lesehan Sastra Kutub Yokyakarta (LSKY)
0 komentar:
Posting Komentar