13
februari 2014 dengan penuh kesadaran aku merelakan kuliahku terbengkalai dan
memilih untuk menemuimu, menemuimu bukan lagi dalam bayang dan angan tapi nyata
ya nyata. Ebid kubiarkan pergi sendiri kekampus dan aku hanya terbayang engkau akan
tiba pada waktu yang telah kita tentukan semalam, pikiran bahagia bercampur
dengan penasaran membuat pagi itu terasa sangat indah bagiku. Sudah tak ada
lagi yang dapat menghalangi kekuatan hati. hati ini bagaikan angin topan yang
siap menerjang apa saja.
10.30
aku pun selesai mandi dan siap-siap untuk menemuimu, ini sungguh tak biasa
sebab kau bukanlah wanita yang biasa aku temuai sebelumnya. Aku berangkat dari
kerapyak dengan sepeda motor yang aku pinjam ke temanku “Azam”. Dia seakan
mendukung pertemuanku denganmu. Aku memacu motor dengan normal tanpa ada rasa
tergesa-gesa, sebab aku tau kalu aku pasti nyampek duluan, dan akhirnya benar
aku nyampek duluan ke tempat. Di depan perpus ISI tepatnya di toko lesehan buku
yang biasa aku berlangganan di situ.
Setengah
jam kira-kira aku menunggu rasanya sudah sangat membosankan namun apalah daya
janji takkan pernah ingkar jika kita sadar akan hakikat janji itu sendiri.
Dengan rasa tergesa kau nelfon dan bilang “ maaf ya aku lambat karena masih
ngambil uang di pos, maaf ya” aku pun tak punya pilihan selain menunggu dan
memaafkannya karena ini pertama kalinya kita ketemu sejak pertama kali kita
kenal sebulan yang lalu melalui facebook.
Kira-kira
jam sebelasan akhirnya kau datang juga. dan firasatku benar kalau kau tidak
seperti wanita yang biasa aku temua setiap hari di kampus. kau beda dan sangat
beda selain juga anak teater kau juga unik dan membuatku srek dan seperti
seorang teman lama yang bertemu kembali. Kau dengan suara lantang menyapaku dan
aku hanya tersenyum menyimpan rasa Maluku yang hampir meledak. Aku baru kali
ini bertemu denganmu di depan banyak orang. kau menyapaku dan bapak penjual
buku bertanya kepadamu “ emang kau kenal padanya” ah ini mah teman aku katanya,
ternyata dia sudah kenal sama bapak penjual buku itu. Wajahku memerah, keringat
di muka semakin banyak, kayaknya penyakit lama mau kambuh.
Tak mau
ketahuan aku pun mengajak makan siang, entah kemana yang penting waktu itu aku
pergi dari tempat itu dan kita bisa berdua, bercerita, makan dll. Aku sangat
berani waktu itu mengajak dia makan sebab dompetku masih tebal, tapi ternyata
dia sudah makan dan hanya ngajak minum di angkringan. Aku pun gembira dia
ternyata suka terhadap hal yang masih berbau budaya. Maklumlah dia kan anak Isi
jurusan teater jadi dia tidak seperti cewek biasanya yang suka mewah-mewahan.
Waktu
berjalan kita masih saja menjalin hubungan tanpa status dan rasanya itu tidak
baik bagi kecerdasan otakku sebab hal ini sangat mengganggu dan membuatku
bingung sebab kau pun sendiri tak menentukan aku sebagai apa dan aku juga tak
menentukan kau sebagai apa dan kita tidak menjadi apa-apa. Ingin sekali
kuputuskan hubungan ini biar kau selesai menjadi bayamg-bayang, kuhapus nomor
telfonmu dan tak lagi kukirim sms di fb atau fia telfon. Namun entah kenapa
hati ini selalu gelisah, tapi aku tahan dan terus aku tahan namun akhirnya aku
gak kuat aku merasa berdossa jika tidak membalas smsmu. Kita kembali menjalin
hubungan misteri itu, hingga kepulanganmu kekediri kita tetap berkomonikasi
lewat sms dan kau sering update foto-fotomu waktu di batu malang sebab
kepulanganmu kekediri terkendala gunung kelud yang meletus dan akhirnya kau
pulang ke Batu Malang. Beberapa hari setelah bencana alam itu kau pulang
kekdiri dengan alasan dealine pekerjaan, akupun tak bisa menghalangimu.
Beberapa
hari di Kediri kau sering memberi kabar dan aku juga memberi kabar prihal jogja
yang berdebu, aku pun tak sadar kalau perkenalan ini telah membuatku terlempar
jauh kedalam laut asmara yang aku sendiri tak mengerti tentang perasaan ini
sampai puisi telah menjadi korban perasaan ini maka lahirlah “ Oyanisti ” edisi
februari. Ini pusi kedua tentang seorang perempuan dalam hidupku.
23
februari 2014 kau tak membalas smsku dan kau hanya kirim imbok di fb kalau kamu
g punya pulsa. Waktu itu aku memaklumi dan aku gak maksa kamu untuk beli pulsa
hanya untuk balas smsku, beberapa hari dari itu kau tetap g ada kabar aku
bingung dan gelisah akhirnya aku kirim pesam lewat fb dan sms namun kau tetap
gak membalasnya, kegelisahanku semakin besar akhirnya aku ingat aku pernah berjanji
ingin mengirimkan puisi yang aku tulis awal mula kita berkenalan “ Oyanisti ”
aku kirim lewat pesan di fb dan kau hanya bilang terima kasih tak lebih dari
itu dan itu tak biasanya kau membalas pesanku seperti itu, aku coba telfon tak
ada yang mengangkatnya, berkali-kali tetap saja tak ada yang menjawab telfonku,
lalu aku pun terdiam dan mencoba besabar.
26
februari 2014 aku selesaikan tulisan ini, hatiku kembali nyeri semua ini
gara-gara puisi.
0 komentar:
Posting Komentar