Responsive Banner design
Home » » Puisi Alunk Estohank

Puisi Alunk Estohank




Perempuan pencari kayu bakar

Aku tak mendengar suara
Selain cericit burung
Dan tok-tok bunyi parang pada kayu

Ini hutan katamu
Ya, ini hutan
Dan aku percaya
Bahwa di dalam hutan semua hanya dugaan
Namun aku tak lagi menduga
Apalagi berpura-pura menduga-duga

Sebab di dalam hutan
Perempuan-perempuan itu
Memunguti kayu-kayu kering
Dihadapannya masing-masing
Mereka membawa harapan
Dari keringat yang dikeluarkan
Bahwa tungku tidak akan terbakar
Dengan sedikit uang kertas dan logam  

Mereka bukan menggunduli hutan
Apalagi menebang
Mereka hanya mencari kayu bakar
Sebagai penyambung hidup yang kasar

2016

Kelis

Tanah merah
Penuh undakan
Juga batu-batu
Adalah harapan
Dari keringat yang kami tumpahkan

Kami bercocok tanam
Di tengah musim yang bimbang
Kadang panas, kadang hujan

Kami selalu tabah
Bahkan lebih tabah dari para panyair
Yang merawat sajak-sajaknya

Panas yang menghitamkan
Dan hujan yang mendinginkan
Adalah dua kejadian alam
Yang menyelimuti hari-hari kami

2016
*Kelis, tanah pegunungan yang banyak batu-batunya tapi oleh petani Madura tetap dirawat dan ditanami jagung dan tembakau.

Nastiti

Apa yang musti kulakukan
Bila waktu selalu patah pada angka-angka
Dan wajahmu menjelma ribuan bayang
Paling menyeramkan
Itu sebabnya
Mengingat dan melupakanmu sama pedihnya

Sedang Tuhan, maha pencipta itu
Tersenyum melihat kita
Ketika di sebuah pesta
Kotak kecil bernama kamera menyatukan kita
Itu awal dan juga akhir dari segalanya
Kemudian aku paham
Kalau cinta tak butuh waktu lama
Untuk tumbuh
Namun aku tak bisa merawatnya
Hingga kau tumbuh dihati yang lain

2016

Suroloyo

Dingin
Meruncing
Kedalam engkau

2016

Musim Tembakau

Pagi mengembun di tubuhku
Orang-orang tumbuh dari tidurnya
Langkah-langkah kecil
Gemericik air disumur
Menyulam subuh
Di surau yang hampir rubuh

Aku bangun meninggalkan lamunan
Mimpi dan igauan
Yang mendesakku semalam

Ini pagi telah sempurna sebagai pagi
Kudengar alunan timba
Dan cericit burung-burung
Kemudian senyum mengembang
Diladang yang terbentang
Musim tembakau telah datang

2016

Pincuk

Tak ada kopi atau rokok malam ini
Yang ada hanya aku
Malam dan segala yang bernama malam
Menghanyutkanku pada kelamnya
Cahaya lampu yang temaram
Membakar habis pandangku
Engkau yang tercipta dari patahan
Bayang-bayang
Semakin asik berlalulalang
Dan akhirnya aku sadar
Bahwa tak ada kopi atau rokok malam ini
Yang ada hanya bayang-bayang
Yang ada hanya aku
Temaram dalam pandang

2016


Di sebuah pantai

Di sebuah pantai
Ada sepasang sepatu
Yang lupa akan bayang-bayangnya

Dia menunggu
Sampai matahari beringsut
Ketubir waktu

Kemudian sepasang sepatu itu menatapku
Seakan mengajak bercakap
Tentang masa depan

Ya, masa depan yang kini tengah lupa jalan pulang
Sebab masalalu menirus kejantungku

2016

0 komentar:

Posting Komentar

Mpu Sastra. Diberdayakan oleh Blogger.