Responsive Banner design
Home » » Puisi Alunk Estohank

Puisi Alunk Estohank




Di depan cermin

Di depan cermin
kupandangi wajahku
dia tampak lebih maju
dari sepuluh tahun yang lalu

cermin tidak pernah bohong
dia selalu menggambarkan
apa yang tampak dalam diriku
tidak seperti kamera
yang membuat wajahku berubah warna
dari yang hitam, bertambah putih
hingga terlihat wajahku berwarna abu-abu
warna yang tidak jelas juntrungnya

di depan cermin
sering kupandangi wajahku
apa yang tampak darinya
adalah aku yang sebenarnya
maka kulipat wajahku di depan kamera
sebab dia selalu berpura-pura

2016

Berjalan aku

Aku berjalan di atas jalanmu
jalan yang memanjang ke masa depan
membawa impian dan seribu bayang-bayang
tentang kota-kota tua
dengan seribu cerita
cinta dan air mata

aku hanya pejalan
yang berjalan di atas jalanmu
mencatat segala cerita
yang tumbuh dan tenggelam
di kota ini
kota yang di bangun dari cucuran darah
dan tumpukan mayat yang lupa di catat

kini, kota ini telah megah
penuh warna
gedung-gedung di bangun
orang-orang berdatangan
dari berbagai penjuru
bukan mengenang
apalagi mencatat
mereka hanya berkunjung
selebihnya tuntutan zaman

sedang aku yang berjalan di atas jalanmu
tak tahu jalan pulang
aku terus berjalan kedepan
entah sampai kapan

2016

Hujan bulan November

Hujan yang datang siang ini
membasahiku dengan kenangan yang lain
di mana orang-orang tumbuh dari tidurnya
sekedar membagi dingin dengan sawah ladang mereka

ada yang tak bisa aku lupakan dari hujan siang ini
ketika rintiknya menampar wajahku
terbentanglah wajah mereka yang selalu tabah
menahan dingin yang terlalu

hujan yang datang siang ini
seperti kerinduanku padamu
begitu deras tak terbatas
hingga semua kenangan datang tak tuntas-tuntas

2016

Sepasang mata terbang

Sepasang mata terbang
dari kelopaknya
bagai burung bidara di pagi buta
merontokkan bulubulunya

sepasang mata terbang
mencari mata yang lain
untuk kembali menukar pandang
yang lama tertahan

sepasang mata terbang
kemudian menghilang
jauh kepekat malam

2016

Memandang diri

Hari terus berlari
waktu makin deras berlalu
namun aku tetap di sini
memandangi diri sendiri

seolah hidup tertahan
pada garis-garis Tuhan
sedang di jalan-jalan
mall, supermarket
orang-orang berdesakan
membawa selembaran
bertuliskan LAMARAN

apa yang mereka cari
adalah apa yang aku benci
bertahun-tahun kujejali otakku
dengan buku-buku
namun akhirnya harus jadi babu

tidak, aku tidak pernah menuliskan itu dalam hidupku
aku akan hidup dengan hidupku
hidup yang begini
bukan yang begitu

2016

Ketika turun hujan

Ketika turun hujan
terbentanglah sebuah ingatan
tentang kampung yang basah
tentang anak-anak yang melempar senyumnya
ke rintik-rintik yang jauh

semua datang mengetuk-ngetuk kepalaku
mengajakku hujan-hujanan
menyaksikan gedung-gedung kedinginan

namun kubiarkan
sebab yang datang, datang begitu saja
dan pergi tanpa permisi

semua kenangan sama
sama meneteskan air mata
mereka ingin selalu dikenang
yang mati ingin hidup kembali
yang hidup semakin menjadi-jadi

kubiarkan mereka terbang
hanyut bersama air hujan

2016 

Di depan jendela

Di depan jendela
kubuka mata
kulihat dunia
berbagai peristiwa
muncul di mana-mana

sedang di depan pintu
peristiwa lain menghampiriku
aku pun tidak tahu
peristiwa yang mana
yang ingin aku ikuti

semua jalan penuh dengan peristiwa
semua peristiwa penuh dengan jalan
tapi jalan yang mana
bukankah setiap jalan sama
berlubang pada satu jalan
di mana mimpi kita retak
pecah disetiap undakan
dan kita menyebutnya sebagai peristiwa

2016

Aku Rindu

Aku merindukan malam
malam yang kelam
malam yang temaram
sebab disitu
kutemukan mimpi-mimpi
berserakan
mencari jalan
menuju Engkau

2016

Kopi dan Puisi

Kopi dan puisi
bagaikan Tuhan dan Nabi
ada firman yang diturunkan
ada sabda yang di ucapkan

Kopi membuat kata-kata tumbuh menjadi puisi
kemudian puisi menjadi anak tunggal
yang akan mengembara
ke lembah paling sunyi manusia
syaraf-syarafnya yang hampa
otaknya yang tabula
seketika penuh warna
ada hitam
                ada putih
ada merah
               ada kuning
ada hijau
              ada coklat
dan ada aku
tersesat di dalamnya.

2016

Gugur Musim

Musim yang dingin
cuaca yang entah
membawa ingatanku
akan tembakau
yang menumpuk di beranda rumah
wajah masam para petani
kulit hitam di terpa matahari
menjadi hantu paling menyeramkan
hari-hariku

Tak ada harapan
selain tembakau yang dikeringkan
sebab tak ada yang bisa di andalkan
membayar hutang yang dilipatgandakan

2016

Kepulanganmu
_Syafi’uddin

Doa-doa menderas
kau pun bebas

tak ada tangis yang harus di usap
tak ada sakit yang harus di obat

semua telah usai
saat matahari bersemai

jasamu abadi
dalam hidup ini

2016

Di Sebuah Telaga

Di sebuah telaga
tempat mandi orang-orang desa
kita bercengkrama
bercanda
tertawa
sampai lupa
bahwa sore telah tiada
 
Ini abad dua puluh satu
di mana teknologi dan informasi saling serbu
berebut ruang dan waktu
lalu para teolog menyebut ini postmo

Tapi di sini
di telaga ini
orang-orang tak peduli
mandi sesuka hati
telanjang dada bahkan sampai kaki

Ini pornoaksi katamu
namun siapa yang tahu
pornoaksi, pornografi
yang selalu di wanti-wanti
di telaga ini
tak ada yang mengerti

2016

Niaga

Telah beberapakali kupatahkan
bayang-bayangmu
namun tetap saja tumbuh
bagai bunga di pagi hari
yang mampu menundukkan matahari

Niaga, tak adakah jalan
yang membuat mataku dan matamu menyatu
hingga tak kutemukan lagi bayang-bayang ini
sebab mengingat dan meupakanmu
sama perihnya

2016

K. Dur

Deru nafasmu
keriput wajahmu
dan tulang-tulang yang tampak dirusukmu
seakan membawa suratan
bahwa Tuhan ingin segera mengecup keningmu

Maka kupanjat doa-doa
sepanjang hari
sepanjang malam
agar kau lekas bebas
dari sakit dan perih dunia

Tak kuat rasanya
melihatmu terbaring
sesekali mengeluh
sesekali merintih

Jika waktu bisa dipercepat
aku yang akan memutarnya
mempercepat segala
derita dalam tubuhmu

2016

0 komentar:

Posting Komentar

Mpu Sastra. Diberdayakan oleh Blogger.