Responsive Banner design
Home » » Sejarah Teologi Ahlussunah Wal Jama’ah

Sejarah Teologi Ahlussunah Wal Jama’ah



Judul              : Sejarah Teologi Islam dan Akar Pemikiran Ahlussunah Wal Jama’ah
Penulis          : Nur Sayyid Santoso Kristeva, M.A.
Cetakan         : Desember 2014
Penerbit        : Pustaka Pelajar
Tebal              : CXXVI+438 halaman
ISBN               : 978-602-229-415-3
Peresensi       : Nurul Anam*

Termenologi ahlussunah waljamaah (aswaja), yang merupakan doktrin utama aqidah Nahdhatul Ulama (NU) sejak berdirinya pada tahun 1926 bukanlah terma baru di mata masyarakat muslim. Ia adalah termenologi keagamaan klasik yang telah mengakar kuat dalam keyakinan eskatologis masyarakat muslim.
Aswaja tanpa terasa telah memberikan arah dan model keberagamaan yang bervariasi bagi masyarakat muslim sesuai dengan hasil pendekatan tafsir para imam yang di ikutinya. Namun demikian, terma aswaja tidak sedikit menyisakan problematika di kalangan internal ummat islam itu sendiri, utamanya dalam hal yang berkaitan dengan masalah teologis. Banyak kalangan yang mengatakan, akar dari permasalahan tersebut bersumber dari kepentingan politis yang bermuara pada simbol-simbol teologis dan hajat keagamaan lainnya.
Pada awalnya Nahdhatul Ulama (NU) adalah sebuah identitas kultural keagamaan yang di anut oleh mayoritas ummat Islam Nusantara. Keberadaan Nahdhatul Ulama (NU) antara lain sebagai reaksi terhadap gerakan puritanisme (pemurnian Islam) dari bid’ah, tahayyul, dan khurafat. Di mana gerakan puritanisme ini adalah gerakan yang gemar menuding pihak lain yang sering melakukan bid’ah dan sesat. Bagi paham Nahdiyyin perbedaan tafsir, mazhab, atau aliran dalam tiap-tiap agama adalah sebuah anugerah.
Yang menjadi pokok persoalan, akhir-akhir ini banyak klaim yang dengan lantang mengatakan kalau golongan ini adalah ahli bid’ah dan golongan itu juga ahli bid’ah. Sehingga akhirnya yang terjadi adalah ada golongan yang merasa paling benar bahkan sampai memvonisnya sebagai yang paling benar. Padahal hal tersebut tidak perlu terjadi, sehingga adanya perbedaan tidak membuat perselisihan dan saling mempertahankan pemikiran, baik dalam aliran keagamaan, individu, sampai pertentangan keyakinan amaliah agama sekalipun, sehingga yang paling di utamakan adalah kemaslahatan ummat.
Sejarah Aswaja
Menurut sejarahnya, munculnya paham Aswaja ini berawal dari pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang berkisar pada tahun 35-40 H. yang berawal dari perang antara Ali dan Mu’awiyah dan akhirnya perang tersebut dimenangkan oleh Ali bin Abi Thalib. Pada perang tersebut pasukan Muawiyah terdesak dan memilih menyerah dengan mengibarkan bendera putih. Maka dari hal tersebut terjadilah perundingan antara Ali dan Muawiyah untuk berembuk tentang perdamaian. Dari pihak Ali diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari dan dipihak Muawiyah diwakili oleh Amru bin Ash.
Dari perundingan tersebut terjadi ketidakseimbangan basik pengetahuan atau latar belakang keilmuan. Sehingga terjadi ketidak sepakatan dalam pertemuan tersebut. Perbedaan yang sangat mencolok dalam pertemuan itu adalah Abu Musa al-Asy’ari seorang ulama sedangkan Amru bin Ash  adalah seorang politisi sehingga dalam pertemuan itu tidak menemukan titik temu.
Meskipun kelompok ali menang dalam perang namun ketika perundingan Muawiyah yang menang karena taktik politik. Inilah awal dari perpecahan islam yang kemudian menjadi Syi’ah dan Khawarij. Yang Syiah adalah pendukung setia Ali. Sedang Khawarij tidak setuju Muawiyah dan tidak setuju Ali, alasannya Karena membuat keputusan hukum tidak menggunakan hukum Allah atau hukum Al-qur’an sehingga Khawarij (Kharaja: keluar). (hal: 168)
Dari permasalahan tersebut maka pada pemerintahan Muawiyah ummat Islam sudah terpecah menjadi 3 golongan, yang pertama pengikut Ali yang setia, yang kedua golongan yang menolak Ali, dan Muawiyah dan yang ketiga adalah pendukung Muawiyah. Maka dari gonjang ganjing politik inilah kemudian lahir golongan Jabariyah yang mempunyai paham “manusia itu tidak mempunyai kehendak”. Dan paham Qadariyah yang mengedapankan tanggung jawab individu dengan kehendak bebas manusia.
    Kemudian dari keduanya atau yang berada ditengah-tengah, lahirlah Ahlussunah Wal Jama’ah, yang konteksnya kembali pada semangat awal islam ma anna ilaihi wa ashabihi yang dipelopori oleh dua ulama besar pada waktu itu, Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi, sehingga orang Ahlussunah Wal Jamaah sering dikatakan: “orang islam yang secara teologi mengikuti ijtihad Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi dan secara fiqih mengikuti salah satu mazhab yang empat yaitu Imam Ahmad bin Hambal, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hanafi. Dan dalam bidang tasawuf mengikuti ijtihad ulama besar Imam Al Ghazali. (hal: 171)
Maka dari itu hadirnya buku ini adalah sebagai upaya untuk menelusuri akar, serta status keabsahan pemikiran aswaja dalam sejarah pemikiran teologi islam. Di dalamnya pembaca akan di bawa berkeliling pada kedalaman sejarah teologi islam dan pembaca akan menemukan bagaimana doktrin ini dibangun dengan berbagai dalil naqli sehingga ia menjadi keyakinan bagi keabsahan tradisi keagamaan. 

* Nurul Anam, Pembina Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta (LSKY).

0 komentar:

Posting Komentar

Mpu Sastra. Diberdayakan oleh Blogger.