Responsive Banner design
Home » » Dialog Agama Budha

Dialog Agama Budha



Minggu 10 November 2013 tepatnya pada jam 10.30 Wib, saya memulai study lapangan di Kelenteng Fuk Ling Miau di jl. Brigjend Katamso No. 03 Yogyakarta. Tempat orang-orang Budha melakukan ritual keagamaan. Pagi agak siang itu matahari begitu menyengat tubuhku, namun tak menyulutkanku untuk belajar dan mencari tau tentang apa dan bagaimana ajaran Budha yang sebenarnya. Sebab selama ini saya hanya bisa mempelajari lewat buku dan mata kuliah di kampus yang di ampuh oleh Bapak Singgih Basuki. Namun pada kesempatan kali ini saya mempunyai kesempatan mendengar langsung dari pemuka agama Budhis setelah mengambil mata kuliah “Komonikasi Lintas Agama”.
Setelah kira-kira sepuluh menit menunggu akhirnya saya berjumpa dengan Bapak Jyoti Damo. Saya pikir dia adalah seorang Bikhu sebab yang saya ketahui kalau pemuka agama Budha itu namanya Bikhu, dalam benak saya ada yang ganjil sebab sepengetahuan saya tentang Bikhu, Bikhu adalah seorang yang kepalanya plontos seperti di film saolin di cina. Namun setelah berkenalan baru saya tau kalau dia bukan seorang Bikhu tapi awalnya adalah seorang Bikhu dan itu panjang ceritanya ungkapnya.
Dari perbincangan itu saya mulai bertanya tentang agama Budha. Saya mulai pertanyaan dari masalah ibadah yang mereka lakukan setiap minggu. Kenapa ibadah yang dilakukan ummat Budha harus setiap satu minggu sekali? Pertanyaan yang agak konyol itu di jawab dengan sangat jelas oleh bapak Jyoti Damo, ibadah setiap minggu itu hanya untuk melestarikan kebiasaan Sidharta dulu ketika menyampaikan khotbahnya kepada muridnya. Jadi sangat berbeda sekali dengan agama islam, mereka melakukan ritual selama satu minggu sekali itu bukan untuk memohon kepada tuhan atau kepada Sidharta Gautama, melainkan hanya untuk melestarikan sebuah tradisi di mana dulu Sidharta melakukannya.
Setelaha itu perbincangan semakin hangat meski tanpa segelas kopi. Sebenarnya di dalam agama Bunha tidak ada yang namanya doa seperti yang ada di dalam Islam yang aada di dalam agama Budha hanyalah kalimat ini “ semoga semua mahluk bahagia”. Sungguh menarik sekali ketika mendengar pernyataan tersebut, di mana mereka tidak memohon untuk dirinya sendiri tapi bagaimana seluruh ummat manusia bahagia. Beginilah doa yang ada di dalam agama Budha. Selanjutnya semakin melebar menjelaskan hingga tanpa di sengaja dia menjelaskan aliran-aliran yang ada di dalam agama Budha. Agama Budha mempunyai dua aliran: yang pertama Teravada dan yang kedua Mahayana. Dari dua aliran tersebut layaknya Muhammadiyah dan NU di dalam agama Islam, meskipun berbeda tapi tetap kitab sucinya adalah Al-qur’an. Sama dengan Teravada dan Mahayana kitab sucinya satu yaitu: Tripitaka (bahasa sangsakerta) dan tipitaka (bahasa pali).
Perbincangan itu terus sampai kira-kira satu jam lebih, dan dengan senang hati Pak Jyoti Damo menjelaskan tentang masalah-masalah agama Budha. Sungguh waktu itu sangat berharga bagiku sebab kedatangan saya ke vihara tersebut disambut meriah dan dengan senang hati oleh jamaah agama Budha. Banyak pelajaran yang saya dapat dari study lapangan tersebut dan yang paling berharga bagi saya bagaimana ummat Budha menerima kedatangan saya dengan senang hati. Bukankah itu menandakan kalau perbedaan bukanlah persoalan di dalam sebuah agama.     

0 komentar:

Posting Komentar

Mpu Sastra. Diberdayakan oleh Blogger.