Prostitusi kembali merebak kota ini
(Yogyakata) dan itu bersamaan dengan berbagai masalah yang telah melanda kota
ini, baik masalah keamanan yang masih dalam tanda tanya atau masalah Merapi
yang membuat geger masyarakat sleman dan sekitarnya. Dari berbagai masalah yang
belum teratasi di kota ini, prostitusi kembali menjelma dan membuat masyarakat
Yogja kembali menepuk dada. Sebenarnya ada apa dengan Yogjakarta yang tentram
ini? Munkin pertanyaan ini pantas kita lontarkan kepada seluruh masyarakat Yogja
atau pun orang luar Yogja yang bermukim di sini.
Kota ini seakan kehilangan jati dirinya belakangan ini. Kenapa saya
harus bilang demikian sebab melihat permasalahan yang datang bertubi-tubi belakangan
ini membuat kota ini gelisah. Dengan berbagai macam masalah seperti kasus cerai
para PNS, pembacokan dan anak SMA yang melahirkan hasil hubungan di luar nikah
dengan pacarnya serta menyimpan bayinya di dalam almarinya selama tiga hari.
Itu sangat di sayangkan sekali karena kota ini telah rusak oleh tangan
manusianya sendiri, baik penduduk asli atau pun pendatang. Hal ini tidak bisa
kita biarkan jika tidak mau berakibat fatal bagi kenyamanan dan ketentraman
hidup.
Dari permasalahan di atas itu hanya segelintir
saja, padahal banyak
permasalahan yang masih belum selesai teratasi di kota ini. Masalah yang satu
belum selesai kini datang masalah yang lain. Beberapa hari belakangan ini kabar
hangat dan menarik di kota ini tentang Merapi yang mengeluarkan tanda-tanda
kegelisahannya dan itu di jadikan momen yang sangat berharga oleh para
penambang pasir di daerah tersebut. Masalahnya bukan tentang penambangan pasir
tapi masalah penyakit yang telah melanda mesyarakat setempat yang terbilang
aneh yaitu “Penyakit kelamin” kedengarannya sangat geli di telinga kita tentang
penyakit tersebut, meskipun kepala desa daerah itu mengatakan kalau penyakit
itu disebabkan oleh jamur. Namun itu sulit kita terima dengan akal sehat
setelah kembali kita mendengar kabar, Ada “Truk Goyang” di Cangkringan. Di
sinyalir dari kabar tersebut bukan sekedar bergoyang karena muatan yang terlalu
banyak melainkan terselubungnya Prostitusi di dalamnya.
Penyakit kelamin itu berkembang menjadi
Truk bergoyang kemudian berkembang menjadi apa lagi. semoga tidak berkembang
menjadi Yogyakata Bergetar yang hal itu akan membuat lebih parah luka yang
telah melanda kota paling istimewa ini. Bagaimana pun caranya kita harus
mengembalikan kenyamana kota ini dan DIY tidak hanya sekedar nama atau
kepanjangan dari daerah istimewa, namun gelar itu memang pantas di berikan
kepada kota ini dan akan tetap istimewa bagi masyarakat Yogyakarta dan
sekitarnya.
Hal ini tidak bisa di biarkan
berlarut-larut jika tidak mau menular ke berbagai pihak lainnya. Tugas ini
tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tapi juga menjadi tanggung jawab
masyarakat setempat untuk saling menjaga dari penyakit berbahaya tersebut.
Sebab jika hal ini di biarkan maka tidak menutup kemunkinan akan adanya tempat-tempat
yang menyediakan jasa esek-esek tersebut berkembang biak dan akhirnya kota ini
akan menjadi kota prostisi paling istimewa di Indonesia. Maka yang perlu di
garis bawahi oleh pemerintah setempat adalah mencegah atau melakukan razia
secara mendadak tanpa harus ada pemberi tahunan di daerah tersebut biar
prostitusi yang terjadi di daerah Cangkringan ini tidak berkembang menjadi
patologi sosial.
Keikut campuran pemerintah di sini
adalah suatu kewajiban yang sudah tidak bisa di tawar lagi. karena prostitusi
itu juga mengakibatkan candu sama halnya seperti rokok, bagaimana rokok yang
selalu setia kepada tuannya. Prostitusi juga demikian, selain menghasilkan uang
di situ juga mendapatkan kenikmatan tertentu bagi para penjajahnya.
Faktor ekonomi
Kasus yang terjadi di cangkringan ini
termasuk kasus yang tak aneh bagi kita, sebab selama ini bukan hanya di
Cangkrigan tapi di berbagai daerah juga ada. Namun permasalahannya adalah
prostitusi ini muncul ketika negara ini sedang goyah dengan hadirnya koruptor-koruptor
bejat itu. Dan semua ini menlengkapi luka DIY yang sebelumnya telah di kritik
habis-habisanan oleh berbagai kalangan, karena berbagai macam masalah yang
menumpuk di pundak kota ini.
Prostitusi ini terjadi salah satunya di
latar belakangi oleh faktor ekonomi. Di akui atau tidak bahwa ekonomilah yang
membuat orang terdorong melakukan pekerjaan haram ini. Dan sudah menjadi
tanggung jawab pemerintah untuk mengatasi permasalahan rumit semacam hal
tersebut. Permasalahan ekonomi telah menjadi tulang punggung negara kita dan
seakan-akan ini tidak bisa di atasi. Bukan hanya itu tapi masuknya budaya barat
dan perkembangan teknologi lah yang juga mendorong para pelaku untuk melakukan
pekerjaan yang di larang oleh agama tersebut.
Apalagi belakangan ini nilai rupiah
semakin anjlok dan tidak terkendali dari perkembangan dolar yang semakin
tinggi. Padahal kebutuhan hidup juga semakin banyak apalagi di bidang teknologi
yang membuat masyarakat tergila-gila untuk bisa membeli, sedangkan lowongan
pekerjaan di kota ini sangat minim sekali apalagi untuk perempuan. Inilah
menurut saya pribadi yang mendorong orang menjajahkan tubuhnya agar dapat
merealisasikan keinginannya.
Faktor ekonomi ini harus mendapatkan
perhatian yang lebih dari pemerintah, untuk mengatasi atau mencegah akan
terjadinya kelakuan memaluka itu. Mulailah dari yang paling kecil misalnya
sosialisai ke wirausahaan atau misalnya seperti daur ulang dari bahan-bahan
bekas kemudian itu menjadi penghasilan tetap dari masyarakat setempat. Hal yang
di butuhkan hanyalah bagaimana pemerintah kreatif mencari solusi mengatasi
mandeknya masyarakat dalam menemukan lapangan kerja, padahal di sekitar kita
masih banyak yang berharga dan dapat menjadi penghailan tetap tapi karena
masyarakat yang relatif pendidikan rendah itu tidak sampai berfikir akan hal
tersebut. Buatlah masyarakat terlepas dari ketergantungannya terhdap
pekerjaan-pekerjaan perkantoran atau pelayan-pelayan hotel yang hal itu
membutuhkan banyak persyaratan adminitrasi. Seperti harus S1 dan sebagainya,
padahal masyarakat kebanyakan yang hanya lulus SMA sederajat.
Dari itu semua harapan dari kami sebagai
kaum muda bagaimana pemerintah di cangkringan tidak hanya menepuk dada tapi
berupaya turun langsung untuk mengatasi “penyakit masyarakat” dan mengajak
masyarakat untuk serempak menolak kelakuan tidak bermoral tersebut. Jika hal
ini berhasil saya kira daerah istimewa memang pantas tersemat di tubuh kota
Yogyakarta ini. Dan kehidupan damai, tentram tidak hanya menjadi slogan bagi
kehidupan masyarakat Yogyakarta melainkan kenyataannya memang demikian.
Nurul
Anam, Mahasiswa jurusan Perbandingan Agama
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar