Responsive Banner design
Home » » Musik dan Irama Kehidupan

Musik dan Irama Kehidupan



Alkisah, suatu hari di Baghdad (Iraq) Sultan mengundang seluruh elemen masyarakat dan tokoh-tokoh besar untuk menghadiri tasyakkuran di kediamannya. Sultan sengaja mengundang masyarakat dan seluruh tokoh di kota itu, serta mendatangkan sebuah kelompok musik  terkemuka di seluruh kerajaan di Iraq pada waktu itu.
Setelah semua undangan hadir Sultan kemudian menyampaikan sambutan yang berkenaan dengan niat hajatannya. Setelah Sultan selasai menyampaikan sambuta maka kelompok musik itu di persilahkan untuk menunjukkan segala kebolehannya. Dari semua kalangan yang hadir  pun mulai konsentrasi menonton pertunjukan spesial ini. Kelompok musik itu unjuk kebolehan dan setiap satu kali selesai memainkan musik seluruh hadirin takjub, berdiri dan bertepuk  tangan. Namun dari kerumunan orang yang hadir itu ada satu orang yang tak acuh, seakan pertunjukan itu tak menarik dan tak membuatnya terhibur. Melihat itu sultan merasa masykul dan tersinggung.
Kemudian Sultan menghampiri orang tersebut, “wahai saudaraku, saya melihat mulai tadi kau tak memberikan applause terhadap penampilan kelompok musik yang telah menampilkan komposisi musiknya?”
Maaf baginda, penampilan musik yang barusan tidak membuat hasrat saya tertarik untuk sekedar tepuk tangan” Sultan merasa tersisinggung, apakah saudara bisa menampilkan musik yang lebih menarik dari kelompok musik barusan?
Jika baginda menghendaki, maka hamba akan mencobanya. Dengan percaya diri orang itu maju dan seluruh kalangan yang hadir mengolok-oloknya, mana munkin orang yang seperti penjaga masjid itu bisa menampilkan penampilan musik yang menarik, kilah mereka.
Kemudian orang itu mengeluarkan alat musik, yang terlihat aneh di mata para undangan dan tak lain adalah buatannya sendiri. Alat musik itu di beri nama Qanun mirip dengan kecapi dan biola.
Orang itu mulai memainkan alat musiknya, menggeseknya pelan-pelan sampai menjadi komposisi musik yang luar biasa yang tak pernah Sultan dan para undangan dengar sebelumnya. Alunan musik itu semakin merasuk kedalam jiwa pendengarnya, mereka mulai beranjak dari kursinya dan menari, menari dan terus menari termasuk juga Sultan. Alunan musik itu tiba-tiba mengeras, mengelikan, kocak tapi mereka yang mendengar tetap menari, tertawa dan seakan-akan telah kehilangan akal sehatnya gara-gara musik tersebut. Lalu seketika alunan itu menjadi sangat sendu hingga membuat mereka menangis, meraung dan akhirnya tertidur termasuk juga Sultan (KH. Zainal Arifin Thaha: 2009).
Lalu timbullah di benak kita, siapa orang hebat tersebut yang telah membuat istana termangu oleh komposisi musik yang dia mainkan? Dia tak lain adalah Syaikh Abu Nashr Muhammad Ibnu Al-farkh Al-farabi seorang yang lebih kita kenal sebagai filsuf dan sufi. 
Dari al-kisah tersebut betapa sangat urgennya musik dalam kehidupan manusia. Dalam sejarah kehidupan, bisakah manusia hidup tanpa musik, bukankah hidup adalah musik itu sendiri. Maka tak salah seorang sufi besar sekaliber Al-farabi pun menyukainya dan bahkan beliau menciptakan alat musik sendiri.
Pada hakikatnya, musik adalah mahluk yang sampai saat ini tidak ada seorang pun yang bisa mendifinisikan apa itu musik. Meski semua orang tau kalau musik adalah kumpulan dari berbagai bunyi yang penuh dengan irama, tapi mereka tak akan bisa membuat kesimpulan yang final tentang musik itu sendiri. Musik merasuk pada diri manusia melalui pendengaran lalu menyatu dalam jiwanya dan di situlah manusia akan mencapai puncak dan tidak sadar kalau sebenarnya musik telah membuatnya mabuk.
Tidak salah makanya kalau pada acara-acara konser atau pergelaran musik, orang-orang rela antri, desak-desakan dan mengeluarkan uang banyak hanya untuk mendengar dan melihat para musisi handal bermain music, kemudian mereka tenggelam pada lantunan musik itu sendiri. Tapi yang menjadi persoalan, apakah musik pada saat ini sama halnya seperti yang Al-farabi mainkan, sehingga bisa membuat orang tertawa, menangis, berjoget dan tertidur. Atau jangan-jangan musik pada saat ini hanyalah stimulan pengubat kegalauan.
Dari persoalan di atas saya teringat seorang Wali-pelindung dari Syiraz, Rusbahan Baqli yang mengatakan: “musik berfungsi untuk menentramkan pikiran dari beban kemanusiaan (basyariyyat) dan musik dapat menghibur tabiat manusia. Ia merupakan stimulan untuk melihat rahasia ketuhanan (asrarrabbani). Orang yang mendengarkan musik dengan hawa nafsunya, ia akan menjadi zindik. Orang yang mendengarkan musik dangan kekuatan akalnya, ia akan menjadi orang yang terpuji. Orang yang mendengarkan musik dengan hatinya, dia akan menjadi perenung. Dan orang yang mendengarkan musik dengan jiwanya, maka dia akan benar-benar hidup” (KH. Zainal Arifin Thoha: 2009).
Rusbahan Baqli telah menjelaskan bagaimana seharusnya manusia mendengar dan menikmati musik. Dan kiranya ini menjadi pelajaran bagi kita, yang dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas dari musik. Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang Zindik.     


*NURUL ANAM, Lurah Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta (LSKY). Dan belajar di Ushuluddin UIN Sunan Kalajaga Yogyakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

Mpu Sastra. Diberdayakan oleh Blogger.